Kebijakan PSE dan Ekosistem Industri “Dalam Bidang Game Online”
Sebagai user dan juga hobi nonton turnamen game online tentu saya ikut prihatin dengan dibloknya situs dan aplikasi penyedia layanan game online di antaranya Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, dan Origin. Per 30 Juni 2022, penyedia game online tersebut tak bisa lagi digunakan di Indonesia lantaran belum mendaftar ke Kementerian Komunikasi dan Info (Kominfo) sebagaimana yang dikontrol dalam Undang-undang Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat.
Sedangkan tak semua website dan aplikasi penyedia game online diblokir, tapi pemblokiran sejumlah penyedia game online ini akan memunculkan multiplier effect negatif bagi masyarakat yang selama ini bekerja dan menggeluti dunia game online seperti profesional player, content creator, streamer ,dan lain-lain. Selain melemahkan pelaku dalam ekosistem industri game online, hal ini juga berpotensi mengurangi pendapatan negara yang bersumber dari subsektor industri kreatif aplikasi dan game developer sebagai imbas tak langsungnya.
Kontribusi E-sport
Game online kini tak lagi dipandang sebagai hiburan semata. Perkembangan teknologi pada telpon pintar menjadi salah satu faktor kemudahan untuk mengakses layanan mobile game online. Laporan We Are Social seperti dikutip Databoks, per Januari 2022 Indonesia menempati urutan ketiga dengan jumlah gamers terbanyak di dunia, yaitu sebesar 94,5 % dengan usia 16-64 tahun.
Tak ayal e-sport di Indonesia tumbuh begitu cepat sampai menjelma menjadi komoditi raksasa dengan perputaran ekonomi yang besar. Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam Outlook Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2021 memperlihatkan bahwa subsektor aplikasi dan game developer telah menyumbang sebesar Rp 24,88 triliun atau 2,19% atas PDB Nasional 2020.
Di tengah hantaman pandemi Covid-19 subsektor ini berhasil menghasilkan popularitas positif diperbandingkan sektor jasa yang nyaris gulung tikar. Aplikasi dan game developer juga berkontribusi menyerap daya kerja dengan estimasi sebesar 48.731 dan diproyeksikan meningkat menjadi 52.842 pada 2020.
Tak hanya berkontribusi di dalam negeri, sederet prestasi e-sport Indonesia di gelaran kompetisi internasional cukup membanggakan, di antaranya Boom E-sport menjuarai Dota 2 se-Asia Tenggara pada turnamen ESL SEA Championship 2020, Bigetron Red Aliens menjuarai PUBG Mobile Club Open (PMCO) Fall Split Global Finals tahun 2019, RRQ Endeavour menyabet gelar juara dunia Point Blank pada turnamen Point Blank International Championship (PBIC) 2017, Evos Legend mengukuhkan diri sebagai tim divisi mobile legend terkuat di dunia sesudah menjuarai turnamen MLBB World Championship (M1) tahun 2019.
Bahkan e-sport kini menjadi cabang olahraga sah yang diperlombakan di Asian Games dan Sea Games. Pada perhelatan Sea Games 2021 di Vietnam, Timnas e-sport berhasil mengharumkan Tanah Air dengan mendonasi dua medali emas, tiga medali perak dan satu medali perunggu dari enam cabang yang dipertandingkan.
Komitmen Presiden dan Arah Kebijakan
Pesatnya perkembangan e-sport di Indonesia tidak lepas dari dukungan pemerintah yang akhir-akhir ini menaruh perhatian lebih pada dunia yang digandrungi si kecil muda tersebut. Secara legal e-sport sudah diakui sebagai cabang olahraga prestasi via hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) pada Agustus 2020.
Sehingga gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) di Papua pada 2021 mengikutsertakan e-sport sebagai salah satu cabang olahraga yang diperlombakan. Pusat ini sebagai tindak lanjut dari janji presiden dalam memaksimalkan ekosistem industri game online melalui turnamen Piala Presiden E-sport sebagai wadah bagi bakat-talenta berpotensi untuk berkompetisi di gelanggang kompetisi nasional yang digelar rutin setiap tahun semenjak 2019.
E-sport sekarang juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 seputar Keolahragaan. Pasal 21 ayat 1 menceritakan bahwa \”Pemerintah Daerah dan Pemerintah membina dan memaksimalkan Olahraga yang berbasis teknologi komputerisasi/elektronik.\” Dengan demikian, e-sport mempunyai hak mendapat perlakukan selayaknya cabang olahraga legal lainnya, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 22 ayat 3 bahwa \”pembinaan dan pengembangan olahraga mencakup olahragawan, ketenagaan, pengorganisasian, pendanaan, metode, prasarana dan sarana serta penghargaan olahraga.\”
Melainkan di sisi lain, pertumbuhan ekosistem industri game online di Indonesia masih menuai banyak ganjalan, salah satunya kebijakan PSE yang dikeluarkan oleh Kominfo. Kebijakan tersebut dirasa inkonsisten dengan janji presiden yang selama ini mendukung berkembangnya e-sport di Indonesia.
Alih-alih mengeblok aplikasi yang tidak mendaftar, kebijakan PSE justru menjadi bumerang bagi keberlangsungan industri game online di Indonesia. Dilema ini mengindikasikan minimnya koordinasi antar kementerian/lembaga berkaitan, karena industri game online lebih dahulu beroperasi dan rupanya berimbas signifikan kepada perekonomian Indonesia dari pada kebijakan PSE yang baru diresmikan pada 2020.
Masalah izin PSE antara pemerintah sebagai regulator dan aplikasi game online sebagai developer tak seharusnya mengorbankan pelaku-pelaku yang berada dalam ekosistem besar industri game, terlebih juga berpotensi mengurangi pendapatan negara. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengkompensasi perizinan PSE penyedia aplikasi game online yang selama ini sudah beroperasi dan mempunyai imbas positif atau mengupayakan dengan kebijakan opsi lain.
Kecuali berikutnya muncul dari ketersediaan fasilitas dan infrastruktur untuk menyokong berkembangnya industri game online yang bisa dibilang masih minim. Utamanya ketersediaan jalan masuk internet di beberapa wilayah Indonesia yang belum bisa menjangkau jaringan 4G. itu, fasilitas publik yang diaplikasikan secara khusus untuk gelanggang e-sport di Indonesia masih benar-benar jarang.
Selama ini penyelenggara turnamen-turnamen e-sport lebih sering memakai pusat perbelanjaan atau exhibition hall sebagai daerah lokasi. Sehingga pihak penyelenggara masih direpotkan dengan akses dunia online, mobilitas peralatan, dan pembenahan daerah. Sulit demikian tentu berpengaruh pada efektivitas waktu dan efisiensi tarif untuk penyelenggaraan turnamen e-sport.
Berbeda sekiranya turnamen e-sport diselenggarakan di venue khusus e-sport yang telah dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan yang diperlukan. Berangkat dari masalah di atas, keinginan pemerintah ke depan untuk lebih memperhatikan pendukung struktur bisnis ekosistem industri game online sebagaimana yang telah dikuasai dalam UU Keolahragaan.